Mengatasi Stres dengan Psikologi Kompartementalisasi Pikiran Sehat
- 28 Aug, 2025
Pernah nggak sih, lagi asik-asik liburan atau kumpul bareng teman, tiba-tiba kepikiran masalah di kantor yang belum selesai?
Atau lagi nongkrong santai, eh pikiran malah muter-muter terus soal omongan temen yang bikin bete kemarin?
Pikiran dan perasaan negatif itu kadang suka datang tanpa diundang dan betah banget nongkrong di kepala kita, kayak “awan hujan” yang bikin hari jadi kelabu.
Kalau hal kayak gini terus-terusan terjadi, stres yang seharusnya cuma sebentar bisa jadi stres kronis.
Rasanya, meskipun kita udah nggak di situasi yang bikin stres, otak kita malah tetep terjebak di sana. Nggak asik banget sih.
Tapi jangan khawatir. Ada satu cara keren yang bisa kita pakai untuk mengatasi hal ini, namanya kompartementalisasi.
Memahami Konsep Kompartementalisasi
Apa sih kompartementalisasi itu?
Gampangnya, kompartementalisasi itu adalah proses memisahkan dan mengisolasi pikiran atau perasaan tertentu dari pikiran lain. Mirip kayak kamu punya banyak laci di meja kerja, terus kamu pisahin laci buat alat tulis, laci buat dokumen, dan laci buat camilan.
Jadi, semua udah punya tempatnya masing-masing.
Nah, dalam dunia psikologi, kompartementalisasi sering dianggap sebagai mekanisme pertahanan bawah sadar, terutama buat orang-orang yang pernah ngalamin trauma atau kondisi emosional berat.
Otak kita secara otomatis memisahkan memori yang menyakitkan dari kesadaran kita supaya kita nggak terus-terusan merasa sakit.
Tapi, sekarang, kompartementalisasi juga bisa jadi alat psikologis yang bisa kita lakukan secara sengaja, lho! “Manfaat kompartementalisasi itu signifikan banget, terutama dalam mengelola stres dan menjaga fokus,” kata Joshua Collins, seorang pekerja sosial klinis berlisensi (Collins, 2024).
Dengan memisahkan aspek-aspek kehidupan yang bikin cemas, kita bisa mencegah perasaan negatif ini menguasai seluruh hidup kita.
Jadi, gimana nih kita bisa menerapkan kompartementalisasi dalam kehidupan sehari-hari? Tenang, ada beberapa langkah praktis yang bisa kamu coba!
-
Tetapkan Batasan yang Jelas: Coba deh, tentukan batasan antara pekerjaan, kehidupan pribadi, dan self-care. Ryan Sheridan, seorang praktisi perawat psikiatri, menyarankan untuk membuat batasan yang spesifik (Sheridan, 2024). Misalnya, jangan buka email kantor setelah jam 7 malam atau matikan notifikasi kerja di hari libur. Ini membantu otakmu “beralih” dari mode kerja ke mode santai.
-
Kembangkan Rutinitas dan Ritual: Coba bangun kebiasaan yang bisa jadi sinyal mental untuk melepaskan diri dari sebuah tugas. Contohnya, ganti baju setelah pulang kerja atau dengerin lagu favoritmu di perjalanan pulang. “Ritual sederhana bisa berfungsi sebagai isyarat psikologis bahwa pekerjaan sudah selesai dan kehidupan di rumah dimulai,” jelas Collins (Collins, 2024).
-
Praktikkan Mindfulness: Coba fokus pada saat ini, dan nikmati momen yang ada. Misalnya, saat makan, fokuslah pada rasa, tekstur, dan aroma makanan. Dengan begitu, kamu melatih otakmu untuk melepaskan pikiran-pikiran lain begitu momen itu selesai.
-
Journaling: Kalau ada pikiran yang mengganggu, coba deh tulis di jurnalmu. “Menuliskan pikiran atau kekhawatiran bisa menjadi cara untuk menempatkannya secara mental di dalam ‘kotak’,” kata Collins (Collins, 2024). Setelah ditulis, pikiran itu terasa lebih mudah untuk disisihkan. Sebuah studi bahkan menunjukkan bahwa menulis ekspresif bisa mengurangi pikiran negatif (Bekes, 2018).
Tapi ingat ya, kompartementalisasi itu ibarat pisau bermata dua. Bisa jadi sehat, bisa juga nggak. Kompartementalisasi bisa jadi nggak sehat kalau digunakan untuk menghindari atau menyangkal masalah emosional yang signifikan. Seperti kata Sheridan, ini bukan cuma tentang membagi hidup jadi bagian-bagian yang bisa dikelola, tapi juga tentang menerima bahwa nggak semua hal bisa dikendalikan.
Nah, kalau kamu merasa kompartementalisasi yang kamu lakukan malah membuatmu menghindari trauma atau emosi yang menyedihkan, mungkin ini saatnya untuk berbicara dengan profesional kesehatan mental.
Terapi yang berfokus pada trauma bisa membantumu memproses pengalaman tersebut di lingkungan yang aman.
Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, coba terapkan kompartementalisasi yang sehat dalam hidupmu. Dengan begitu, kamu bisa fokus, terhindar dari stres, dan menjalani hidup yang lebih tenang.
Daftar Pustaka
Bekes, V., & Bekes, J. (2018). Compartmentalization (Defense Mechanism). In The SAGE Encyclopedia of Psychology and the Behavioral Sciences (pp. 396-398). SAGE Publications. Ditzfeld, C. P., & Dunning, D. (2015). Self-structure and emotional experience. Journal of Personality and Social Psychology, 109(4), 629–646. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3962716/