Customer Mistreatment
-
Robi Maulana - 17 Sep, 2025
Perlakuan buruk pelanggan (customer mistreatment) mengacu pada perlakuan interpersonal berkualitas rendah yang diterima karyawan dari pelanggan, mencakup perilaku seperti agresi verbal dan pelecehan seksual (Zhan, Li, & Liang, 2015). Fenomena ini telah menarik perhatian signifikan dalam psikologi organisasi dan penelitian manajemen karena dampaknya yang mendalam pada kesejahteraan karyawan dan kinerja organisasi. Konseptualisasi perlakuan buruk pelanggan bervariasi, tetapi umumnya mencakup dimensi seperti agresi pelanggan, ketidaksopanan, dan ketidakadilan interaksional (Koopmann et al., 2015). Perilaku ini tidak hanya merugikan karyawan secara individu, tetapi juga memiliki implikasi yang lebih luas untuk proses interaksi layanan dan lingkungan layanan secara keseluruhan (Zhan et al., 2015).
Penelitian tentang perlakuan buruk pelanggan telah dilakukan di berbagai konteks budaya, termasuk Indonesia, di mana sektor jasa sangat rentan terhadap masalah tersebut. Studi di Indonesia menyoroti hasil destruktif dari perlakuan buruk pelanggan, termasuk kemarahan karyawan, keheningan menyimpang, dan berkurangnya suara promosi (Kashif, Handoko, & Lamichhane, 2023). Temuan ini konsisten dengan penelitian yang lebih luas yang menunjukkan bahwa perlakuan buruk pelanggan dapat menyebabkan emosi negatif, penurunan kinerja kerja, dan peningkatan niat untuk keluar dari pekerjaan di kalangan karyawan (Baranik et al., 2017). Asimetri kekuasaan dalam interaksi layanan, di mana pelanggan sering kali memegang kekuasaan lebih besar daripada karyawan garis depan, memperburuk dampak perlakuan buruk (Zhan et al., 2015).
Di Indonesia, sektor jasa dicirikan oleh lingkungan bertekanan tinggi, dan insiden agresi terhadap karyawan garis depan telah meningkat (Kashif et al., 2023). Konteks budaya Indonesia, di mana tanggapan implisit terhadap atasan dan pelanggan sering terjadi, menambah lapisan kompleksitas lain pada studi perlakuan buruk pelanggan (Handoko et al., 2018). Penelitian dalam konteks ini menunjukkan bahwa karyawan cenderung membalas perilaku agresif dengan perilaku destruktif serupa, yang dapat memiliki konsekuensi negatif jangka panjang bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisasi (Kashif et al., 2023).
Kerangka teori yang memandu penelitian tentang perlakuan buruk pelanggan mencakup teori pertukaran sosial (social exchange theory / SET), teori konservasi sumber daya, dan teori peristiwa afektif. Kerangka ini membantu menjelaskan anteseden, proses, dan hasil dari perlakuan buruk pelanggan baik di tingkat individu maupun organisasi (Koopmann et al., 2015). Misalnya, SET berpendapat bahwa karyawan yang mengalami perlakuan buruk cenderung membalas dengan perilaku negatif, sehingga menciptakan siklus interaksi destruktif (Kashif et al., 2023).
Definisi Perlakuan Buruk Pelanggan
Konseptualisasi Perlakuan Buruk Pelanggan
Perlakuan buruk pelanggan mencakup berbagai bentuk perilaku negatif yang diarahkan pelanggan kepada karyawan layanan. Koopmann, Wang, Liu, dan Song (2015) mengidentifikasi empat konseptualisasi utama dari perlakuan buruk pelanggan: agresi pelanggan, ketidaksopanan pelanggan, ketidakadilan interaksional pelanggan, dan peristiwa kerja afektif. Agresi pelanggan mengacu pada perilaku yang secara terbuka memusuhi, seperti pelecehan verbal atau ancaman fisik. Ketidaksopanan pelanggan melibatkan tindakan kasar atau tidak sopan yang kurang parah tetapi tetap merugikan kesejahteraan karyawan. Ketidakadilan interaksional pelanggan berkaitan dengan perlakuan tidak adil yang dirasakan dalam interaksi, termasuk ketidakadilan atau kurangnya pertimbangan. Peristiwa kerja afektif mencakup pengalaman emosional yang dihasilkan dari interaksi pelanggan, yang bisa positif atau negatif (Koopmann et al., 2015).
Model Teori Multilevel Perlakuan Buruk Pelanggan
Koopmann et al. (2015) menyajikan model teori multilevel yang membedakan antara proses di tingkat karyawan individu dan tingkat interaksi layanan. Di tingkat karyawan individu, anteseden seperti karakteristik pribadi dan tuntutan pekerjaan memengaruhi persepsi karyawan terhadap perlakuan buruk. Hasil pada tingkat ini termasuk kelelahan emosional, ketidakpuasan kerja, dan niat keluar dari pekerjaan. Mediator seperti emotional labor dan strategi koping, serta moderator seperti efikasi diri dan dukungan sosial, memainkan peran penting dalam membentuk hasil ini. Di tingkat interaksi layanan, faktor situasional seperti karakteristik pelanggan dan kebijakan organisasi memengaruhi kemungkinan perlakuan buruk. Hasil pada tingkat ini termasuk kepuasan pelanggan, kualitas layanan, dan reputasi organisasi. Model ini menyoroti interaksi antara faktor individu dan situasional dalam memahami dinamika perlakuan buruk pelanggan (Koopmann et al., 2015).
Penelitian tentang Perlakuan Buruk Pelanggan di Indonesia
Di Indonesia, penelitian tentang perlakuan buruk pelanggan telah berfokus pada dampaknya terhadap kesejahteraan karyawan dan hasil organisasi. Sebuah studi oleh Wisesa dan Rahyuda (2024) menyelidiki peran efikasi diri dalam memoderasi efek ketidaksopanan pelanggan terhadap keterlibatan kerja. Temuan menunjukkan bahwa tingkat efikasi diri yang lebih tinggi dapat mengurangi dampak negatif ketidaksopanan pelanggan terhadap keterlibatan kerja karyawan, menyoroti pentingnya menumbuhkan efikasi diri di kalangan karyawan layanan (Wisesa & Rahyuda, 2024).
Studi lain oleh Mostafa (2022) menguji hubungan antara ketidaksopanan pelanggan, keterlibatan kerja, dan perilaku kewarganegaraan berorientasi layanan, dengan fokus pada peran moderasi dari kepemimpinan pelayan (servant leadership). Hasilnya menunjukkan bahwa kepemimpinan pelayan dapat meningkatkan keterlibatan kerja dan perilaku berorientasi layanan, bahkan di hadapan ketidaksopanan pelanggan, menggarisbawahi pentingnya praktik kepemimpinan dalam mengelola perlakuan buruk pelanggan (Mostafa, 2022).
Pertimbangan Metodologis dan Rekomendasi
Koopmann et al. (2015) membahas pertimbangan metodologis penting dalam mempelajari perlakuan buruk pelanggan. Mereka menekankan perlunya desain longitudinal untuk menangkap sifat dinamis dari perlakuan buruk pelanggan dan hasilnya. Selain itu, mereka merekomendasikan penggunaan data multi-sumber untuk mengurangi bias metode umum dan menggunakan teknik statistik canggih untuk menganalisis hubungan yang kompleks. Penelitian di masa depan juga harus mempertimbangkan konteks budaya, karena manifestasi dan dampak perlakuan buruk pelanggan dapat bervariasi di seluruh budaya yang berbeda (Koopmann et al., 2015).
Implikasi Praktis
Memahami konseptualisasi dan dinamika perlakuan buruk pelanggan memiliki implikasi praktis bagi organisasi. Mengimplementasikan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan koping dan efikasi diri karyawan dapat membantu mengurangi efek negatif perlakuan buruk pelanggan. Organisasi juga harus menumbuhkan lingkungan kerja yang suportif dan mempromosikan kepemimpinan pelayan untuk meredam dampak ketidaksopanan pelanggan terhadap kesejahteraan dan kinerja karyawan. Selain itu, kebijakan dan prosedur harus ditetapkan untuk mengatasi dan mencegah perlakuan buruk pelanggan, memastikan lingkungan kerja yang aman dan saling menghormati bagi karyawan layanan (Koopmann et al., 2015; Wisesa & Rahyuda, 2024; Mostafa, 2022).
Arah Penelitian Masa Depan
Penelitian di masa depan harus mengeksplorasi nuansa budaya perlakuan buruk pelanggan di Indonesia dan konteks beragam lainnya. Menyelidiki peran budaya dan iklim organisasi dalam membentuk pengalaman karyawan terhadap perlakuan buruk pelanggan juga diperlukan. Lebih lanjut, studi harus menguji efek jangka panjang dari perlakuan buruk pelanggan pada kesehatan karyawan dan hasil organisasi, serta efektivitas berbagai strategi intervensi. Dengan mengatasi kesenjangan ini, peneliti dapat berkontribusi pada pemahaman yang lebih komprehensif tentang perlakuan buruk pelanggan dan implikasinya bagi karyawan layanan dan organisasi (Koopmann et al., 2015; Wisesa & Rahyuda, 2024; Mostafa, 2022).
Dampak dan Hasil dari Perlakuan Buruk Pelanggan
Konsekuensi Psikologis dan Emosional
Perlakuan buruk pelanggan memiliki konsekuensi psikologis dan emosional yang mendalam bagi karyawan layanan. Penelitian menunjukkan bahwa paparan sering terhadap perlakuan buruk pelanggan dapat menyebabkan peningkatan stres, kecemasan, dan kelelahan emosional. Sebuah studi oleh Baranik et al. (2017) menemukan bahwa karyawan yang mengalami perlakuan buruk pelanggan lebih mungkin terlibat dalam ruminasi kognitif, yang memperburuk emosi negatif dan mengurangi kesejahteraan secara keseluruhan (Baranik et al., 2017).
Selain itu, beban emosional dari perlakuan buruk pelanggan dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk emotional labor, di mana karyawan menekan emosi asli mereka untuk mempertahankan sikap profesional. Emotional labor ini dapat menyebabkan surface acting, di mana karyawan memalsukan emosi positif, yang telah dikaitkan dengan peningkatan burnout dan ketidakpuasan kerja (Sliter et al., 2010).
Hasil Perilaku
Hasil perilaku dari perlakuan buruk pelanggan juga sama signifikannya. Karyawan yang sering mengalami perlakuan buruk lebih mungkin menunjukkan perilaku penarikan diri, seperti ketidakhadiran dan niat untuk keluar dari pekerjaan. Sebuah studi oleh Sliter et al. (2012) menunjukkan bahwa karyawan yang merasakan tingkat ketidaksopanan pelanggan yang tinggi lebih mungkin terlibat dalam perilaku menyimpang, seperti sabotase dan penurunan usaha, yang dapat berdampak negatif pada kinerja organisasi (Sliter et al., 2012).
Selain itu, perlakuan buruk pelanggan dapat menyebabkan penurunan perilaku kewarganegaraan berorientasi layanan, yang sangat penting untuk mempertahankan tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi dan reputasi organisasi. Sebuah studi oleh Mostafa (2022) mengungkapkan bahwa ketidaksopanan pelanggan berkorelasi negatif dengan perilaku kewarganegaraan berorientasi layanan, menyoroti dampak organisasi yang lebih luas dari perlakuan buruk pelanggan (Mostafa, 2022).
Dampak Organisasi
Dampak organisasi dari perlakuan buruk pelanggan meluas melampaui karyawan individu hingga memengaruhi hasil organisasi secara keseluruhan. Penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang sering mengalami perlakuan buruk pelanggan lebih mungkin menunjukkan kepuasan kerja yang lebih rendah, niat untuk keluar dari pekerjaan yang lebih tinggi, dan keterlibatan kerja yang berkurang. Sebuah studi oleh Mostafa (2022) mengungkapkan bahwa ketidaksopanan pelanggan berkorelasi negatif dengan perilaku kewarganegaraan berorientasi layanan, yang sangat penting untuk mempertahankan tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi dan reputasi organisasi (Mostafa, 2022).
Lebih lanjut, perlakuan buruk pelanggan dapat menyebabkan penurunan komitmen organisasi, karena karyawan mungkin merasa kurang dihargai dan tidak didukung. Sebuah studi oleh Wang et al. (2023) menemukan bahwa karyawan yang sering mengalami perlakuan buruk pelanggan lebih mungkin melaporkan tingkat komitmen organisasi yang lebih rendah, yang dapat berdampak negatif pada kinerja dan stabilitas organisasi (Wang et al., 2023).
Nuansa Budaya dan Faktor Kontekstual
Dampak perlakuan buruk pelanggan dapat bervariasi di seluruh konteks budaya yang berbeda. Di Indonesia, misalnya, norma dan nilai budaya memainkan peran penting dalam membentuk pengalaman karyawan terhadap perlakuan buruk pelanggan. Sebuah studi oleh Wisesa dan Rahyuda (2024) menemukan bahwa karyawan Indonesia yang mengalami perlakuan buruk pelanggan lebih mungkin menunjukkan tingkat kelelahan emosional yang lebih tinggi dan tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di konteks budaya lain (Wisesa & Rahyuda, 2024).
Selain itu, peran budaya dan iklim organisasi dalam membentuk pengalaman karyawan terhadap perlakuan buruk pelanggan sangat penting. Sebuah studi oleh Mostafa (2022) menemukan bahwa organisasi dengan budaya yang suportif dan inklusif lebih siap untuk mengurangi dampak negatif perlakuan buruk pelanggan terhadap kesejahteraan dan kinerja karyawan (Mostafa, 2022).
Strategi Intervensi dan Praktik Organisasi
Organisasi dapat mengimplementasikan berbagai strategi intervensi untuk mengatasi dan mencegah perlakuan buruk pelanggan. Program pelatihan yang berfokus pada peningkatan keterampilan koping dan efikasi diri karyawan telah terbukti efektif dalam mengurangi dampak negatif perlakuan buruk pelanggan. Misalnya, sebuah studi oleh Wisesa dan Rahyuda (2024) menunjukkan bahwa karyawan yang berpartisipasi dalam pelatihan keterampilan koping melaporkan tingkat keterlibatan kerja yang lebih tinggi dan tingkat kelelahan emosional yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak menerima pelatihan tersebut (Wisesa & Rahyuda, 2024).
Selain itu, kepemimpinan pelayan telah muncul sebagai faktor penting dalam mengelola perlakuan buruk pelanggan. Pemimpin yang menunjukkan perilaku kepemimpinan pelayan, seperti empati, kerendahan hati, dan fokus pada pengembangan karyawan, dapat menciptakan lingkungan kerja yang positif yang meredam dampak ketidaksopanan pelanggan. Penelitian oleh Mostafa (2022) menemukan bahwa kepemimpinan pelayan berkorelasi positif dengan keterlibatan kerja dan perilaku kewarganegaraan berorientasi layanan, bahkan di hadapan perlakuan buruk pelanggan (Mostafa, 2022).
Arah Penelitian Masa Depan
Penelitian di masa depan tentang perlakuan buruk pelanggan di Indonesia harus berfokus pada beberapa area kunci untuk memajukan pemahaman tentang fenomena kompleks ini. Studi longitudinal diperlukan untuk menguji efek jangka panjang dari perlakuan buruk pelanggan pada kesehatan karyawan dan hasil organisasi. Dengan melacak karyawan selama periode yang diperpanjang, peneliti dapat mengidentifikasi dampak kumulatif dari perlakuan buruk pelanggan dan mengembangkan strategi intervensi yang ditargetkan.
Selain itu, perbandingan lintas budaya dapat memberikan wawasan berharga tentang bagaimana perlakuan buruk pelanggan terwujud dan dirasakan dalam konteks budaya yang berbeda. Dengan membandingkan temuan dari Indonesia dengan negara lain, peneliti dapat mengidentifikasi faktor-faktor universal dan spesifik budaya yang memengaruhi dinamika perlakuan buruk pelanggan.
Selain itu, efektivitas berbagai strategi intervensi harus dievaluasi secara ketat. Meskipun program pelatihan dan kepemimpinan pelayan telah menunjukkan harapan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan pendekatan yang paling efektif untuk pengaturan organisasi dan konteks budaya yang berbeda. Lebih lanjut, peran teknologi dalam mengurangi perlakuan buruk pelanggan, seperti penggunaan kecerdasan buatan dan machine learning untuk mendeteksi dan mengatasi insiden ketidaksopanan pelanggan, memerlukan eksplorasi lebih lanjut. uk menentukan pendekatan yang paling efektif untuk berbagai pengaturan organisasi dan konteks budaya. Selain itu, peran teknologi dalam mengurangi perlakuan buruk pelanggan, seperti penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan pembelajaran mesin (machine learning) untuk mendeteksi dan menangani insiden ketidaksopanan pelanggan (customer incivility), memerlukan eksplorasi lebih lanjut.
Pendekatan Metodologis dalam Mempelajari Perlakuan Buruk Pelanggan di Indonesia
Penelitian tentang perlakuan buruk pelanggan di Indonesia telah menggunakan berbagai pendekatan metodologis untuk memahami dinamika dan dampaknya. Studi longitudinal sangat berharga dalam menangkap aspek temporal dari perlakuan buruk pelanggan dan konsekuensi jangka panjangnya. Sebagai contoh, sebuah studi oleh Koopmann et al. (2015) menggunakan desain longitudinal untuk memeriksa dampak yang berkembang dari perlakuan buruk pelanggan terhadap kesejahteraan karyawan dari waktu ke waktu. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi pola dan tren yang mungkin tidak terlihat dalam studi cross-sectional (Koopmann et al., 2015).
Selain itu, metode pengumpulan data multi-sumber (multi-source data collection) telah digunakan untuk mengurangi bias metode umum dan meningkatkan validitas temuan penelitian. Sebagai contoh, sebuah studi oleh Mostafa (2022) menggunakan data dari karyawan dan atasan untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang dampak perlakuan buruk pelanggan terhadap hasil karyawan (Mostafa, 2022).
Nuansa Budaya dan Faktor Kontekstual di Indonesia
Konteks budaya di Indonesia memainkan peran penting dalam membentuk dinamika perlakuan buruk pelanggan. Penelitian menunjukkan bahwa norma dan nilai budaya, seperti kolektivisme dan jarak kekuasaan yang tinggi (high-power distance), dapat memengaruhi persepsi dan tanggapan karyawan terhadap perlakuan buruk pelanggan. Sebuah studi oleh Wisesa dan Rahyuda (2024) menemukan bahwa karyawan Indonesia yang mengalami perlakuan buruk pelanggan lebih mungkin menunjukkan tingkat kelelahan emosional (emotional exhaustion) yang lebih tinggi dan tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di konteks budaya lain (Wisesa & Rahyuda, 2024).
Selain itu, peran budaya dan iklim organisasi (organizational culture and climate) dalam membentuk pengalaman karyawan terhadap perlakuan buruk pelanggan sangatlah krusial. Sebuah studi oleh Mostafa (2022) menemukan bahwa organisasi dengan budaya yang mendukung dan inklusif (supportive and inclusive) lebih siap untuk mengurangi dampak negatif dari perlakuan buruk pelanggan terhadap kesejahteraan dan kinerja karyawan (Mostafa, 2022).
Strategi Intervensi dan Praktik Organisasi di Indonesia
Organisasi di Indonesia telah menerapkan berbagai strategi intervensi untuk mengatasi dan mencegah perlakuan buruk pelanggan. Program pelatihan yang berfokus pada peningkatan keterampilan koping (coping skills) dan kemanjuran diri (self-efficacy) karyawan telah terbukti efektif dalam mengurangi dampak negatif perlakuan buruk pelanggan. Misalnya, sebuah studi oleh Wisesa dan Rahyuda (2024) menunjukkan bahwa karyawan yang berpartisipasi dalam pelatihan keterampilan koping melaporkan tingkat keterlibatan kerja (work engagement) yang lebih tinggi dan tingkat kelelahan emosional yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak menerima pelatihan tersebut (Wisesa & Rahyuda, 2024).
Selain itu, kepemimpinan pelayan (servant leadership) telah muncul sebagai faktor penting dalam mengelola perlakuan buruk pelanggan. Pemimpin yang menunjukkan perilaku kepemimpinan pelayan, seperti empati, kerendahan hati, dan fokus pada pengembangan karyawan, dapat menciptakan lingkungan kerja yang positif yang meredam dampak ketidaksopanan pelanggan. Penelitian oleh Mostafa (2022) menemukan bahwa kepemimpinan pelayan berkorelasi positif dengan keterlibatan kerja dan perilaku kewarganegaraan yang berorientasi layanan (service-oriented citizenship behaviors), bahkan di hadapan perlakuan buruk pelanggan (Mostafa, 2022).
Arah Penelitian Masa Depan di Indonesia
Penelitian masa depan tentang perlakuan buruk pelanggan di Indonesia harus berfokus pada beberapa bidang utama untuk memajukan pemahaman tentang fenomena yang kompleks ini. Studi longitudinal diperlukan untuk memeriksa efek jangka panjang dari perlakuan buruk pelanggan terhadap kesehatan karyawan dan hasil organisasi. Dengan melacak karyawan selama periode yang diperpanjang, peneliti dapat mengidentifikasi dampak kumulatif dari perlakuan buruk pelanggan dan mengembangkan strategi intervensi yang ditargetkan.
Selain itu, perbandingan lintas budaya (cross-cultural comparisons) dapat memberikan wawasan berharga tentang bagaimana perlakuan buruk pelanggan bermanifestasi dan dirasakan dalam konteks budaya yang berbeda. Dengan membandingkan temuan dari Indonesia dengan negara lain, peneliti dapat mengidentifikasi faktor universal dan spesifik budaya yang memengaruhi dinamika perlakuan buruk pelanggan.
Selain itu, efektivitas dari berbagai strategi intervensi harus dievaluasi secara ketat. Meskipun program pelatihan dan kepemimpinan pelayan telah menunjukkan hasil yang menjanjikan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan pendekatan yang paling efektif untuk berbagai pengaturan organisasi dan konteks budaya. Selain itu, peran teknologi dalam mengurangi perlakuan buruk pelanggan, seperti penggunaan kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin untuk mendeteksi dan menangani insiden ketidaksopanan pelanggan, memerlukan eksplorasi lebih lanjut.
Referensi
References
- https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0148296322007202
- https://unsworks.unsw.edu.au/entities/publication/1722bbfb-0c23-4f90-992f-bda737dd720a
- https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7550669/
- https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9465484/
- https://www.frontiersin.org/journals/psychology/articles/10.3389/fpsyg.2024.1333958/full
- https://ro.ecu.edu.au/cgi/viewcontent.cgi?article=6581&context=ecuworks2022-2026
- https://www.researchgate.net/publication/373658534_A_meta-analysis_of_the_impact_of_customer_mistreatment_on_service_employees’_affective_attitudinal_and_behavioral_outcomes
- https://link.springer.com/article/10.1007/s10672-022-09419-0
- https://pdxscholar.library.pdx.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=7941&context=open_access_etds
- https://www.researchgate.net/publication/363074693_Customer_incivility_and_employee_outcomes_in_the_new_service_marketplace
- https://www.emerald.com/josm/article/34/5/896/229426/A-meta-analysis-of-the-impact-of-customer
- https://eprints.whiterose.ac.uk/id/eprint/224936/3/JSR%20Final.pdf
- https://www.researchgate.net/publication/361675072_The_antecedents_of_customer_mistreatment_a_meta-analytic_review
- https://journals.ekb.eg/article_415675_ffa54132265087a52721b3e7336780ad.pdf
- https://virtusinterpress.org/IMG/pdf/cbsrv6i1siart12.pdf
References
-
Baranik, L. E., Wang, M., Gong, Y., & Shi, J. (2017). Customer mistreatment, employee health, and job performance: Cognitive rumination and social sharing as mediating mechanisms. Journal of Management, 43(4), 1261—1282. https://doi.org/10.1177/0149206314539370
-
Handoko, I., Kashif, M., & Lamichhane, R. (2018). Supervisor and customer-driven stressors to predict silence and voice motives: Mediating and moderating roles of anger and self-control. Services Marketing Quarterly, 41(3), 273—286. https://doi.org/10.1080/15332969.2019.1624401
-
Kashif, M., Handoko, I., & Lamichhane, R. (2023). Two Cooks Spoil the Broth: Destructive Outcomes of Supervisor and Customer Mistreatment in Mediating-Moderating Roles of Anger and Self-Control in an Indonesian Context. Employee Responsibilities and Rights Journal, 35, 369—393. https://doi.org/10.1007/s10672-022-09419-0
-
Koopmann, J., Wang, M., Liu, Y., & Song, Y. (2015). Customer mistreatment: A review of conceptualizations and a multilevel theoretical model. Research in Occupational Stress and Well-Being, 13, 33—79. https://doi.org/10.1108/S1479-355520150000013002
-
Zhan, X., Li, Z., & Liang, X. (2015). Customer Mistreatment: Conceptualization, Measurement and Nomological Network. Advances in Psychological Science, 23(4), 690—701. https://doi.org/10.3724/SP.J.1042.2015.00690