Ketidaksopanan di Tempat Kerja (Workplace Incivility)

Ketidaksopanan di Tempat Kerja (*Workplace Incivility*)

Workplace Incivility: Analisis Komprehensif


Definisi dan Dampak Workplace Incivility

Memahami Workplace Incivility

Workplace incivility (ketidaksopanan di tempat kerja) didefinisikan sebagai “perilaku menyimpang berintensitas rendah dengan niat yang ambigu untuk merugikan target, melanggar norma tempat kerja untuk saling menghormati. Perilaku uncivil (tidak sopan) dicirikan sebagai kasar dan tidak santun, menunjukkan kurangnya perhatian terhadap orang lain” (Anderson & Pearson, 1999, hlm. 457).

Perilaku ini dapat mencakup tindakan halus seperti memutar mata (eye-rolling), bergosip, komentar sarkastik, nada meremehkan (dismissive tones), dan mengabaikan pesan. Meskipun tindakan-tindakan ini tampak minor, mereka dapat menciptakan lingkungan kerja yang toksik yang merusak kolaborasi, produktivitas, moral, dan kepercayaan (Work Shield, 2025).

Prevalensi dan Tren

Studi terbaru menunjukkan bahwa workplace incivility adalah masalah yang meluas. Menurut Society for Human Resource Management (SHRM), lebih dari 81 juta tindakan incivility terjadi setiap hari di antara tenaga kerja A.S. Lonjakan masalah ini dikaitkan dengan polarisasi budaya yang lebih besar dan peningkatan tingkat stres di tempat kerja (Work Shield, 2025).

Dampak pada Kesejahteraan Karyawan

Workplace incivility memiliki efek negatif signifikan pada kesejahteraan karyawan. Karyawan yang mengalaminya sering melaporkan perasaan tidak dihargai, yang menyebabkan penurunan motivasi, komitmen organisasi yang lebih lemah, dan keraguan atas keamanan pekerjaan (job insecurity). Incivility dapat memicu efek spiral, menghasilkan penurunan kepuasan kerja, peningkatan agresi di tempat kerja, dan penurunan kinerja secara keseluruhan (CultureMonkey, 2025).

Konsekuensi Organisasi

Dampak workplace incivility meluas melampaui individu dan memengaruhi seluruh organisasi. Organisasi menanggung biaya serius karena penurunan produktivitas, peningkatan turnover (pergantian karyawan), dan peningkatan risiko hukum. Perilaku ini dapat menyebabkan lingkungan kerja yang toksik, di mana rasa tidak hormat, frustrasi, dan ketidak-terikatan (disengagement) menjadi norma, yang pada akhirnya memengaruhi laba bersih organisasi (Lyra Health, 2025).

Implikasi Hukum dan Finansial

Meskipun workplace incivility tidak selalu ilegal, ia dapat meningkat menjadi pelecehan, diskriminasi, atau lingkungan kerja yang tidak bersahabat (hostile work environment), yang mengarah pada risiko hukum yang mahal. Organizations harus mengambil langkah proaktif untuk mengatasinya. Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) mengakui incivility sering kali menjadi prekursor pelecehan di tempat kerja (Work Shield, 2025).


Workplace Incivility di Indonesia: Prevalensi dan Faktor Budaya

Memahami Incivility dalam Konteks Indonesia

Workplace incivility di Indonesia ditandai oleh perilaku menyimpang berintensitas rendah yang melanggar norma saling menghormati. Dalam konteks Indonesia, tindakan ini dapat sangat merusak karena norma budaya yang hierarkis dan kolektivis di negara ini, di mana penghormatan terhadap otoritas dan harmoni dalam kelompok sangat dihargai (Cahyadi, Hendryadi, & Suryani, 2020).

Prevalensi dan Dampak di Indonesia

Workplace incivility adalah isu yang meluas di Indonesia, memengaruhi berbagai sektor termasuk layanan kesehatan, pendidikan, dan lingkungan korporat.

  • Dampak Kesejahteraan: Gustiawan dan Azzahra (2025) menemukan bahwa workplace incivility secara signifikan memengaruhi kesejahteraan psikologis karyawan dan kinerja kerja. Karyawan sering melaporkan perasaan cemas, depresi, dan kelelahan emosional.
  • Niat Turnover: Handoyo dan Zannati (2018) menyoroti hubungan antara workplace incivility dan turnover intention (niat untuk keluar/berpindah kerja), di mana jenis kelamin memainkan peran pemoderasi (International Journal of Social Science and Community Service, 2025).

Faktor Budaya yang Memengaruhi Workplace Incivility

Faktor budaya memainkan peran signifikan dalam membentuk workplace incivility di Indonesia:

  • Struktur Hierarkis: Struktur sosial yang hierarkis sering mengarah pada ketidakseimbangan kekuasaan, di mana bawahan mungkin enggan untuk menentang atau melaporkan incivility dari atasan. Dinamika ini dapat melanggengkan siklus incivility yang tidak terselesaikan.
  • Budaya Kolektivis: Budaya kolektivis menekankan harmoni kelompok dan penghindaran konflik. Hal ini terkadang dapat menyebabkan penekanan keluhan individu yang berkaitan dengan incivility, karena karyawan mungkin merasa terdorong untuk menanggung ketidaksopanan demi menghindari konflik dan menjaga muka (Cahyadi, Hendryadi, & Suryani, 2020).

Konsekuensi Jangka Panjang Organisasi

Kegagalan organisasi di Indonesia dalam menangani incivility berisiko menciptakan budaya rasa tidak hormat dan ketidakpercayaan. Hal ini dapat mengikis moral dan engagement karyawan, yang pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan inovasi, kepuasan pelanggan yang lebih rendah, dan pada akhirnya, penurunan profitabilitas (Work Shield, 2025).


Strategi untuk Mengurangi Workplace Incivility

Mengatasi workplace incivility membutuhkan strategi terstruktur dan menyeluruh di tingkat organisasi, meliputi pengembangan kebijakan, pelatihan, dan perubahan budaya.

1. Pengembangan Kebijakan dan Harapan yang Jelas

  • Kebijakan dan Kode Etik: Menetapkan kebijakan yang jelas dan kode etik yang mendefinisikan perilaku yang dapat diterima dan menguraikan konsekuensi pelanggaran. Kebijakan ini harus dikomunikasikan secara teratur dan ditegakkan secara konsisten.
  • Inisiatif DEI: Mendorong inisiatif Diversity, Equity, and Inclusion (DEI) untuk menumbuhkan budaya saling menghormati dan inklusivitas, memastikan semua karyawan merasa dihargai.

2. Pendidikan dan Pelatihan

  • Pelatihan Keterampilan: Menyediakan program pelatihan yang berfokus pada keterampilan komunikasi, resolusi konflik, dan kecerdasan emosional (emotional intelligence). Program-program ini dapat membantu karyawan mengenali dan mengatasi incivility sebelum memburuk.
  • Kepemimpinan sebagai Model: Pemimpin harus menjadi teladan perilaku yang saling menghormati (role model) dan mendorong komunikasi terbuka.

3. Sistem Dukungan dan Umpan Balik

  • Umpan Balik Anonim: Menerapkan sistem untuk umpan balik anonim agar karyawan dapat melaporkan insiden incivility tanpa takut akan pembalasan. Ini membantu organisasi mengidentifikasi dan menangani masalah dengan cepat.
  • Sistem Dukungan: Menyediakan sistem dukungan seperti layanan konseling dan employee assistance programs (EAP) untuk membantu karyawan mengatasi dampak psikologis dari incivility (Lyra Health, 2025).

4. Penyesuaian Budaya

Mengingat konteks Indonesia, organisasi harus menyesuaikan pendekatan mereka:

  • Menangani Hierarki: Mengembangkan jalur pelaporan yang aman dan rahasia, terutama bagi bawahan yang mengalami incivility dari atasan, untuk mengatasi dinamika kekuasaan hierarkis.
  • Mengutamakan Keharmonisan yang Sehat: Mengajarkan bahwa harmoni kelompok tidak berarti menekan keluhan, tetapi berarti menyelesaikan konflik secara konstruktif dan penuh rasa hormat.

Kesimpulan

Workplace incivility adalah masalah kompleks dan multifaset yang memengaruhi baik karyawan maupun organisasi. Definisi perilaku menyimpang berintensitas rendah ini, yang ditandai dengan kurangnya rasa hormat, menunjukkan bahwa bahkan tindakan yang halus pun dapat menciptakan lingkungan kerja yang toksik dan merusak kesejahteraan karyawan (Anderson & Pearson, 1999).

Di Indonesia, faktor-faktor budaya yang hierarkis dan kolektivis membuat isu ini semakin sensitif, berkontribusi pada penurunan kepuasan kerja dan peningkatan turnover intention (Cahyadi, Hendryadi, & Suryani, 2020).

Mengatasi incivility membutuhkan strategi multi-dimensi yang mencakup penetapan kebijakan yang jelas, promosi inisiatif DEI, investasi dalam pelatihan komunikasi dan resolusi konflik, serta penyesuaian budaya untuk mendorong rasa hormat dan inklusivitas. Dengan memprioritaskan lingkungan kerja yang positif, organisasi dapat mendukung kesejahteraan karyawan dan memastikan keberhasilan jangka panjang.


References